JAKARTA - Politikusi PDIP, Hamid Basyaib dinilai pakai jurus mabuk saat menyeret Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab atas kesalahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut tempat lahir Soekarno pada peringatan hari lahir Pancasila.
"Pernyataan ini bentuk penyesatan dan kekeliruan berpikir yang mudah dipahami sangat bertendensi politik tak sehat dan negatif terhadap SBY serta mengarah pada pembunuhan karakter," kata Wakil Ketua Kader Muda Demokrat (KMD) Kahmar Lakumani, Senin (8/6).
Kamhar pun menjabarkan kekeliruan berpikir itu, pertama saat memberikan pembenaran dengan menganggap wajar kekeliruan yang dibuat Jokowi atas penyataannya. Hamid Basyaib mestinya memahami, pernyataan itu disampaikan pada acara kenegaraan wajib hukumnya data-data yang akan disampaikan mesti telah diverifikasi dan tervalidasi, bukan informasi yang kategorinya "asalan".
Dapat dipahami jika kekeliruan itu dilakukan oleh Hamid Basyaib yang tak memiliki perangkat yang memadai untuk memvalidasi, namun bagi Presiden, pasti berbeda.
"Presiden adalah Pemimpin tertinggi yang menjadi simbol serta marwah negara dan bangsa Indonesia, kesalahan sekecil apa pun akan mencoreng kewibaan dan martabat bangsa, apalagi menyangkut sejarah founding father bangsa kita," kata Ketua DPP KNPI ini
Kedua, kekeliruan penyampaian data oleh Presiden Jokowi bukan kali pertama, sebelumnya juga telah menyampaikan data yang keliru saat peringatan Konfrensi Asia Afrika tentang masih adanya utang Indonesia kepada IMF yang dapat dibaca sarat dengan muatan politik untuk mendiskreditkan Pemerintahan SBY.
Padahal SBY telah melunasi utang Indonesia ke IMF sejak 2006, empat tahun lebih cepat dari tenggang waktunya. Hamid mestinya menyadari, terus menerus melakukan pembelaan dan pembenaran atas kesalahaan yang dilakukan Presiden Jokowi. Apalagi melempar kesalahan pada pihak lain.
"Ini bukan solusi justru hanya mereproduksi lawan politik dan menyalahkan masa lalu adalah bentuk ketakdewasaan dan ketidakseimbangan mental. Mesti direvolusi mentalnya," tekan Kamhar.
Setelah rezim orde baru berakhir dan masuk reformasi, Indonesia telah berganti Presiden sebanyak 5 kali, mulai dari Habibie, Gusdur, Megawati, SBY dan kini Presiden Jokowi. Menggunakan alur pikir Hamid Basyaid, kenapa melemparkan kesalahan pada SBY.
Hamid, kata Kamhar, kenapa tidak menyalahkan Habibie, Gusdur apalagi Megawati, Putri kandung Soekarno yang seharusnya memiliki tanggung jawab moral lebih besar untuk meluruskan sejarah tempat lahir ayahnya saat menjabat sebagai Presiden.
"Tak tahukah Hamid Basyaid, bahwa pelurusan kembali sejarah tempat lahir Soekarno di Surabaya yang oleh penguasa terdahulu di manipulir di Blitar justru terjadi di masa Pemerintahan SBY," kata Wasekjen Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia itu.
"Rakyat saat ini butuh kerja nyata dari pemerintah, bukan kegaduhan. Rakyat butuh pemerintah peduli dan beri solusi atas beban ekonomi yang makin berat, bukan mengatasi masalah dengan menciptakan masalah baru," tandasnya. [beritasatu/rhm]

Komentar Google
Komentar Facebook